Wednesday 27 March 2013

ORANG YANG SELALU DI DOAKAN MALAIKAT

Allah SWT berfirman, Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak memberikan syafa’at melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya” (QS Al Anbiyaa’ 26-28)
Inilah orang-orang yang didoakan oleh para malaikat :
Orang yang tidur dalam keadaan bersuci
Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., Bahwa Rasulullan SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan bersuci ‘” (hadist ini dishahikan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37).
Orang yang duduk menunggu shalat.
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu sholat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia” (Shahih Muslim no.469).
Orang – orang yang berada di shaf bagian depan di dalam sholat.
Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘ Azib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang-orang) yang berada pada shaf-shaf terdepan” (hadist ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272).
Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “JIka seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ’alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu” (Shahih Bukhari no. 782).
Orang yang duduk di tempat sholatnya setelah melakukan sholat.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada didalam tempat sholat dimana ia melakukan sholatmselama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia” (Al Musnad no.8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadist ini)
Orang-orang yang melakukan shalat shubuh dan ashar secara berjama’ah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu malaikat (yang menyertai hambanya) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (kelangit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu sholat ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga sholat ashar) naik (kelangit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan haambaku?’,mereka menjawab, Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan sholat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan sholat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat” (Al Musnad no.9140), hadist ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan” (Shahih Muslim no. 2733)
Orang-orang yang berinfak.
Imam Bukhari dan Imam Muslik meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’” (Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010).
Orang yang makan Sahur.
Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayatkan dari Abdullah bi Umar ra., bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur” (hadist ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Tarhiib I/519).
Orang yang menjenguk orang sakit.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklaah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan diwaktu malam kapan saja hingga waktu shubuh” (Al Musnad no.754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar “Sanadnya shahih”)
Seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan seorang dan bumi, bahkan semut didalam lobangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan pada orang lain” (diShahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/143).

Tuesday 26 March 2013

SYARAT MENJADI IMAM



Untuk menjadi imam shalat tidak menunggu ditunjuk dan juga bukan dengan cara berinisiatif, melainkan dengan pengetahuan yang jelas dan pasti tentang syarat dan kriteria yang lebih utama untuk menjadi imam.

Secara umum, orang yang harus dipilih jadi imam shalat adalah orang yang paling faqih dalam urusan agama terutama dalam masalah shalat.
Selain itu para ulama juga menyebutkan yang paling banyak hafalan Al-Qur’an nya, juga yang paling baik bacaannya dan lainnya.
Para ulama telah berhasil membuat peringkat yang paling berhak untuk menjadi imam dalam shalat. Misalnya dalam madzhab Al-Hanafiyah disebutkan peringkat itu yaitu:

1. Orang Yang Paling Baik Bacaannya

Di antara syarat yang paling utama untuk menjadi imam dalam shalat berjama’ah adalah orang yang paling baik bacaannya atau disebut dengan aqra’uhum. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits beliau:

# Dari Abi Mas’ud Al-Anshari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Yang menjadi imam shalat bagi manusia adalah yang paling baik bacaan kitabullahnya (Al-Quran Al-Karim). Bila mereka semua sama kemampuannya dalam membaca Al-Quran, maka yang paling banyak pengetahuannya terhadap sunnah” (HR. Jama’ah kecuali Bukhari)

# Dari Abu Masna Al-Badri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Jama’ah di imami oleh yang lebih pandai membaca Kitab Allah. Jika sama-sama pandai dalam membaca Kitab Allah, maka oleh yang lebih alim tentang sunnah. Jika sama-sama pula, maka oleh yang lebih tua.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)

Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan aqra’uhum adalah yang paling paham, yakni yang paling paham dalam masalah agama, terutama dalam masalah shalat.
2. Orang Yang Paling Wara’

Lalu peringkat berikutnya adalah orang yang paling wara’, yaitu orang yang paling menjaga dirinya agar tidak jatuh dalam masalah syubhat

# Dari Abi Martsad Al-ghanawi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rahasia diterimanya shalat kamu adalah yang jadi imam (seharusnya) ulama di antara kalian. Karena para ulama itu merupakan wakil kalian kepada Tuhan kalian.” (HR. At-Thabrani dan Al-Hakim).

#Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jadikanlah orang-orang yang terpilih di antara kamu sebagai imam; karena mereka adalah orang-orang perantaraan kamu dengan Tuhanmu.” (HR. Ad-Daruqutni).

 Apabila seseorang menjadi imam …, padahal di belakangnya ada orang-orang yang lebih utama daripadanya, maka semua mereka dalam kerendahan terus menerus.” (HR. Ahmad)
3. Orang Yang Lebih Tua Usianya

Peringkat berikutnya adalah yang lebih tua usianya. Dengan pertimbangan bahwa orang yang lebih tua umumnya lebih khusyu` dalam shalatnya. Selain itu memang ada dasar hadits berikut:

# Hendaklah yang lebih tua diantara kalian berdua yang menjadi imam (HR. Imam yang enam).
Apabila derajat mereka semua sama, maka boleh dilakukan undian.
Intinya kita dapat ambil bahwa syarat yang paling utama dari imam itu adalah yang paling baik bacaannya dan paling paham dalam hukum-hukum shalat.

4. Hal-Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan

a) Pembesar Negara & Tuan Rumah

Imam bagi pembesar-pembesar negara (apabila shalat bersama-sama mereka) & tuan rumah (kecuali jika ia idzinkan yang lain sebagai imam).

Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Janganlah seseorang mengimami seseorang di dalam rumah tangga orang yang di imami itu dan di dalam pemerintahannya.” (HR. Muslim, hadits shahih)

b) Kaum Yang Tidak Menyukai Kita

Janganlah mengimami suatu kaum yang tidak menyukai kita.

Dari Abu Amir Ibnu Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Janganlah engkau mengimami suatu kaum, sedangkan mereka membencimu.” (HR. Abu Dawud).


Monday 25 March 2013

KULIAH KEAPADA LEBAH

dakwatuna.com – Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).” (Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar)

Seorang mukmin adalah manusia yang memiliki sifat-sifat unggul. Sifat-sifat itu membuatnya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan manusia lain. Sehingga di mana pun dia berada, kemana pun dia pergi, apa yang dia lakukan, peran dan tugas apa pun yang dia emban akan selalu membawa manfaat dan maslahat bagi manusia lain. Maka jadilah dia orang yang seperti dijelaskan Rasulullah saw., “Manusia paling baik adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.”

Kehidupan ini agar menjadi indah, menyenangkan, dan sejahtera membutuhkan manusia-manusia seperti itu. Menjadi apa pun, ia akan menjadi yang terbaik; apa pun peran dan fungsinya maka segala yang ia lakukan adalah hal-hal yang membuat orang lain, lingkungannya menjadi bahagia dan sejahtera.

Nah, sifat-sifat yang baik itu antara lain terdapat pada lebah. Rasulullah saw. dengan pernyataanya dalam hadits di atas mengisyaratkan agar kita meniru sifat-sifat positif yang dimiliki oleh lebah. Tentu saja, sifat-sifat itu sendiri memang merupakan ilham dari Allah swt. seperti yang Dia firmankan, “Dan Rabbmu mewahyukan (mengilhamkan) kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 68-69)

Sekarang, bandingkanlah apa yang dilakukan lebah dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang mukmin, seperti berikut ini:

Hinggap di tempat yang bersih dan menyerap hanya yang bersih.

Lebah hanya hinggap di tempat-tempat pilihan. Dia sangat jauh berbeda dengan lalat. Serangga yang terakhir amat mudah ditemui di tempat sampah, kotoran, dan tempat-tempat yang berbau busuk. Tapi lebah, ia hanya akan mendatangi bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat-tempat bersih lainnya yang mengandung bahan madu atau nektar.

Begitulah pula sifat seorang mukmin. Allah swt. berfirman:

Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah: 168)

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-A’raf: 157)

Karenanya, jika ia mendapatkan amanah dia akan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak akan melakukan korupsi, pencurian, penyalahgunaan wewenang, manipulasi, penipuan, dan dusta. Sebab, segala kekayaan hasil perbuatan-perbuatan tadi adalah merupakan khabaits (kebusukan).

Mengeluarkan yang bersih.

Siapa yang tidak kenal madu lebah. Semuanya tahu bahwa madu mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia. Tapi dari organ tubuh manakah keluarnya madu itu? Itulah salah satu keistimewaan lebah. Dia produktif dengan kebaikan, bahkan dari organ tubuh yang pada binatang lain hanya melahirkan sesuatu yang menjijikan. Belakangan, ditemukan pula produk lebah selain madu yang juga diyakini mempunyai khasiat tertentu untuk kesehatan: liurnya!

Seorang mukmin adalah orang yang produktif dengan kebajikan. “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77)

Al-khair adalah kebaikan atau kebajikan. Akan tetapi al-khair dalam ayat di atas bukan merujuk pada kebaikan dalam bentuk ibadah ritual. Sebab, perintah ke arah ibadah ritual sudah terwakili dengan kalimat “rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu” (irka’u, wasjudu, wa’budu rabbakum). Al-khair di dalam ayat itu justru bermakna kebaikan atau kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia dan makhluk lainnya.

Segala yang keluar dari dirinya adalah kebaikan. Hatinya jauh dari prasangka buruk, iri, dengki; lidahnya tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang baik; perilakunya tidak menyengsarakan orang lain melainkan justru membahagiakan; hartanya bermanfaat bagi banyak manusia; kalau dia berkuasa atau memegang amanah tertentu, dimanfaatkannya untuk sebesar-besar kemanfaat manusia.

Tidak pernah merusak

Seperti yang disebutkan dalam hadits yang sedang kita bahas ini, lebah tidak pernah merusak atau mematahkan ranting yang dia hinggapi. Begitulah seorang mukmin. Dia tidak pernah melakukan perusakan dalam hal apa pun: baik material maupun nonmaterial. Bahkan dia selalu melakukan perbaikan-perbaikan terhadap yang dilakukan orang lain dengan cara-cara yang tepat. Dia melakukan perbaikan akidah, akhlak, dan ibadah dengan cara berdakwah. Mengubah kezaliman apa pun bentuknya dengan cara berusaha menghentikan kezaliman itu. Jika kerusakan terjadi akibat korupsi, ia memberantasnya dengan menjauhi perilaku buruk itu dan mengajukan koruptor ke pengadilan.

Bekerja keras

Lebah adalah pekerja keras. Ketika muncul pertama kali dari biliknya (saat “menetas”), lebah pekerja membersihkan bilik sarangnya untuk telur baru dan setelah berumur tiga hari ia memberi makan larva, dengan membawakan serbuk sari madu. Dan begitulah, hari-harinya penuh semangat berkarya dan beramal. Bukankah Allah pun memerintahkan umat mukmin untuk bekerja keras? “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Alam Nasyrah: 7)

Kerja keras dan semangat pantang kendur itu lebih dituntut lagi dalam upaya menegakkan keadilan. Karena, meskipun memang banyak yang cinta keadilan, namun kebanyakan manusia –kecuali yang mendapat rahmat Allah– tidak suka jika dirinya “dirugikan” dalam upaya penegakkan keadilan.

Bekerja secara jama’i dan tunduk pada satu pimpinan

Lebah selalu hidup dalam koloni besar, tidak pernah menyendiri. Mereka pun bekerja secara kolektif, dan masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ketika mereka mendapatkan sumber sari madu, mereka akan memanggil teman-temannya untuk menghisapnya. Demikian pula ketika ada bahaya, seekor lebah akan mengeluarkan feromon (suatu zat kimia yang dikeluarkan oleh binatang tertentu untuk memberi isyarat tertentu) untuk mengudang teman-temannya agar membantu dirinya. Itulah seharusnya sikap orang-orang beriman. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff: 4)

Tidak pernah melukai kecuali kalau diganggu

Lebah tidak pernah memulai menyerang. Ia akan menyerang hanya manakala merasa terganggu atau terancam. Dan untuk mempertahankan “kehormatan” umat lebah itu, mereka rela mati dengan melepas sengatnya di tubuh pihak yang diserang. Sikap seorang mukmin: musuh tidak dicari. Tapi jika ada, tidak lari.

Itulah beberapa karakter lebah yang patut ditiru oleh orang-orang beriman. Bukanlah sia-sia Allah menyebut-nyebut dan mengabadikan binatang kecil itu dalam Al-Quran sebagai salah satu nama surah: An-Nahl. Allahu a’lam. []